Senin, 17 September 2007

Principles and Applications of CC


Bahan: Lieberman Chp. 3
Diupload oleh: adih


Sesi 3
Melalui eksperimen conditioning-nya Pavlov mengujukan tiga prinsip dasar terjadinya learning pada individu, disebut sebagai hukum asosiasi: (1) contiguity; (2) frequency, dan (3) intensity. Contiguity merupakan kondisi di mana individu memahami hubungan antara dua kejadian (bila CS muncul, begitu pula US; bila bel muncul, begitu pula makanan). Interval --jarak waktu muncul-- antara CS dan US bisa bervariasi: delayed conditioning, trace conditioning, simultaneous conditioning, dan backward conditioning. Moeller (1954) menemukan interval tertentu dibutuhkan untuk mendapatkan hasil belajar yang optimal (tergantung kompleksitas tingkahlaku). Karena, menurut teori evolusi, belajar merupakan tingkahlaku untuk mengantisipasi suatu kejadian, simultaneous conditioining tidak menghasil belajar (tidak ada yang diantisispasi), begitu pula backward conditioining. Selain contiguity, frequency dan intensity hubungan kedua kejadian (stimulus) dapat menguatkan hasil belajar.

Selain ketiga hukum asosiasi yang Pavlov ajukan, tiga prinsip lain juga memegang peranan dalam proses learning. Pertama, contigency (nilai probabilitas hubungan contingency). Asosiasi dua kejadian (stimulus) bisa bersifat positive contingency (bila CS memprediksi munculnya US) atau negative contingency (bila CS memprediksi tidak munculnya US). Berdasarkan contingency, CS mungkin tidak memiliki nilai preditif (tidak pernah diikuti US), memiliki nilai prediktif absolute (selalu diikuti US), atau moderat (tidak selalu diikuti US). Kedua, preparedness (kesiapan individu untuk memahami asosiasi antara dua stimulus). Ketiga, surprise (adanya kejadian kedua untuk diantisipasi oleh individu --ditemukan melalui penelitian blocking oleh Leo Kamin tahun 1969).

Behaviorist memandang tingkahlaku sebagai hasil belajar, sehingga tingkahlaku abnormal, tepatnya tingkahlaku yang tidak diinginkan, merupakan hasil asosiasi yang tidak tepat. Intervensi tingkahlaku dengan pendekatan behaviorisme dilakukan untuk membentuk asosiasi baru disebut counterconditioning, misalnya systematic desensitization, exposure therapy, dan aversion therapy. Asosiasi lama (misalnya: objek fobia dan rasa takut) diganti, melalui systematic desensitization dan exposure therapy, dengan rasa aman (objek fobia dan rasa aman). Kebalikannya, pada aversion therapy asosiasi baru yang mau dibentuk justru melibatkan rasa tidak nyaman (misalnya: merokok dengan mual-mual).

1 komentar:

MelTarisa mengatakan...

Masnya, belum bosen yah ditanyain,
"Udah belum, Mas?"

Hehe.
Jadi, mana detail tugasnya..?
UTS.. sebentar lagi.. ;p